
Jakarta, – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pidana penjara masing-masing selama 7 tahun terhadap dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul. Keduanya dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur, yang sebelumnya mereka bebaskan dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti. Pelanggaran terhadap sumpah jabatan sebagai hakim menjadi salah satu pertimbangan utama yang memberatkan vonis keduanya.
Sidang pembacaan putusan yang digelar pada Kamis, 8 Mei 2025 ini menjadi babak akhir dari persidangan kasus korupsi yang menjerat tiga hakim PN Surabaya. Selain hukuman badan, Erintuah Damanik (yang merupakan hakim ketua dalam sidang Ronald Tannur) dan Mangapul (hakim anggota) juga dijatuhi hukuman denda masing-masing sebesar Rp 500 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
“Menyatakan terdakwa Erintuah Damanik (dan Mangapul dalam putusan terpisah) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” demikian bunyi amar putusan yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pelanggaran Sumpah Jabatan Memberatkan Vonis
Dalam pertimbangannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta secara khusus menyoroti hal-hal yang memberatkan hukuman bagi Erintuah dan Mangapul. Faktor utama yang dianggap memberatkan adalah perbuatan kedua terdakwa yang dinilai telah secara nyata melanggar sumpah jabatan mereka sebagai hakim.
Sebagai seorang hakim, mereka mengemban amanah dan sumpah untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan jujur, adil, dan tidak memihak. Tindakan menerima suap untuk mengatur atau memengaruhi putusan perkara merupakan pengkhianatan terhadap sumpah jabatan dan mencoreng marwah institusi peradilan secara keseluruhan. Pelanggaran sumpah jabatan ini menunjukkan rusaknya integritas para terdakwa sebagai wakil Tuhan di muka bumi dalam memutuskan perkara.
Faktor memberatkan lainnya yang umum dalam kasus korupsi, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam kutipan berita utama, biasanya adalah perbuatan terdakwa yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi serta rusaknya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan akibat ulah oknum hakim.
Vonis 7 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Erintuah dan Mangapul ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya. Pada sidang tuntutan 22 April 2025, jaksa menuntut agar keduanya dihukum masing-masing 9 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Adanya fakta bahwa kedua hakim ini telah mengembalikan sebagian uang suap yang mereka terima kemungkinan menjadi salah satu pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis yang lebih ringan dari tuntutan.
Sementara itu, hakim anggota ketiga dalam perkara yang sama, Heru Hanindyo, divonis lebih berat yakni 10 tahun penjara dalam sidang terpisah. Heru juga sebelumnya dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa KPK.
Skandal Suap di Balik Vonis Bebas Kontroversial
Kasus ini bermula dari putusan kontroversial majelis hakim PN Surabaya yang diketuai Erintuah Damanik dengan anggota Mangapul dan Heru Hanindyo. Mereka memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan terkait kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Putusan ini menuai protes keras karena dinilai janggal dan tidak sesuai dengan rasa keadilan.
Kecurigaan publik dan upaya hukum lanjutan akhirnya membongkar fakta bahwa vonis bebas tersebut tidak lahir dari pertimbangan hukum yang murni. Terungkap adanya dugaan aliran dana suap bernilai miliaran rupiah dari pihak keluarga Ronald Tannur, melalui seorang pengacara bernama Lisa Rahmat, kepada ketiga hakim tersebut untuk ‘mengamankan’ putusan bebas. KPK kemudian bergerak melakukan penyidikan dan menetapkan ketiga hakim serta pihak pemberi suap sebagai tersangka.
Di sisi lain, upaya kasasi yang diajukan jaksa terhadap vonis bebas Ronald Tannur dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). MA membatalkan putusan PN Surabaya dan akhirnya menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur.
Putusan Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo ini menjadi penutup dari salah satu skandal suap peradilan yang paling menyita perhatian publik. Meskipun vonisnya lebih rendah dari tuntutan jaksa, hukuman pidana penjara yang dijatuhkan diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pesan kuat bahwa tidak ada tempat bagi praktik korupsi di lingkungan peradilan Indonesia. Penegakan hukum terhadap hakim yang korup adalah langkah esensial untuk memulihkan kepercayaan publik dan menjaga integritas Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya.